Muhammadiyah Kota Balikpapan - Persyarikatan Muhammadiyah

 Muhammadiyah Kota Balikpapan
.: Home > Artikel

Homepage

KHUTBAH IDUL ADHA: ARAFAH DAN PEJUANG YANG TERCERAHKAN

.: Home > Artikel > Fatwa Muhammadiyah
31 Agustus 2017 15:31 WIB
Dibaca: 1656
Penulis : Isman Saleh

 

الحمد لله أحمده سبحانه وتعالي الذي حقق أمال العاملين برحمة فمنه غظاعا مغفورا، اشهد ان لاإله الاالله وحده لاشريك له شهادة عبدٍ لاينطعُ رجاءَهُ من ربهِ ليكونَ وعْدَهُ مغفوراً واشهدُ محمدا عبده ورسوله الذيْ ارسلهُ ربهُ بشيراً ونذيراً  وداعيا الي اللهِ بإذْنهِ وسراجاً منيراً، اللهمَ فصل وسلم علي هذا النبي الكريم والرسولِ العظيمِ وعلي ألهِ واصحابهِ ومن اتبع هُدي وسلِم تسليماً كثيراً، امابعد فأيها المسلمون رحمكم اللهِ

Saudara-saudara Kaum Muslimin A’zzakumullah

 

Telah menjadi itikad hidup, bahwa kekuatan dan kejayaan akan ditemukan pada saat kita menemukan hadangan dan tantangan. Perjuangan Iman tanpa ada seteru dan tentangan maka kita pun tidak akan pernah belajar menemukan jalan menuju Izzul Islam wal Muslimin (Kejayaan Islam dan Kaum Muslimin).

Pergumulan Iman dan Kafir, pertentangan Haq dan Bathil, pertandingan Shaleh dan Maksiat, pertarungan Benar dan Salah, melambangkan seberapa tangguh ke-Islaman kita, dan meneguhkan seberapa kokoh ke-Imanan kita untuk terus bertahan hidup dengan Islam dalam sanubari kita sebagai Insan yang tercerahkan dengan hidayah Allah.

Seperti kata Pepatah “Emas Tahan Uji, Bongkal Tahan Asah”, Iman semakin terasah semakin berkilau mencerahkan bathin dengan celupan “hidayah” yang mengokohkan jasad.

Allah SWT berfirman:

صِبْغَةَ اللَّهِ  وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ صِبْغَةً  وَنَحْنُ لَهُ عَابِدُونَ (138(Al Baqarah:

Shibghah (Celupan) Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah [Al Baqarah138]

Bahwa hati yang tercelupkan dengan sifat-sfiat Allah akan terus mengikhlaskan diri dalam beribadah, gerak bibir dan gerak raga mencemirkan bahwa kita adalah Insan yang benar-benar beriman, Insan yang benar-benar telah siap mengkhidmatkan diri dalam ber-Islam, dan menjadikan Islam sebagai manhaj yang mengantarkan kepada kemuliaan hakiki

Melalui Idul Adha, kita mempersembahkan sembelihan yang terbaik kita kepada Allah SWT agar kita dapat terus menghiasi diri dengan sifat-sifat Allah Rabbul Izzah meski dunia yang kita huni ini semakin terbalik, disebabkan oleh semakin banyak bagian hidup yang abu-abu.

Benar dibilang salah, salah dibilang, benar. Terlarang disebut perintah, perintah disebut terlarang. Yang anti komunis disebut teroris, yang pro komunis disebut Pancasilais, Yang membela agama dibubarkan paksa, sementara yang menghina Istri Nabi dan Para Shahabat diberi status badan hukum.

Namun inilah jalan kebangkitan yang dijanjikan Allah SWT bahwa watak alamiah seorang mukmin adalah watak pejuang, memiliki karakter yang pantang menyerah, rela berkorban, ikhlas menempuh segala ujian demi terwujudnya masyarkat Islam yang sebenar-benarnya

Tidak jarang di desa-desa dan dikampung-kampung kita menemukan pusat-pusat kemaksiatan menebar dan merajalela. Namun pada saat yang sama bertambah pula mushalla-mushalla, pondok-pondok tahfidz serta majelis-majelis ta’lim

Maka Buya Hamka pernah berpesan kepada kita bahwa Hidup itu tidak boleh melihat sesuatu dengan kacamata gelap. Kita tidak hanya cukup mengatakan yang jahat itu jahat, yang maksiat itu maksiat. Mudah kita menunjuk hidung orang tapi sulit kita menunjuk hidung sendiri.

Kerapkali kemaksiatan itu lahir dari bekunya lisan kita untuk mengatakan tidak pada keburukan. Dalam sebuah riwayat disampaikan bahwa:

طوبي لمن اشتغل بالعيوب نفسهِ ولم يشتغلُ بعيوب الناسِ

Berbahagialah orang yang dapat mengoreksi dirinya sendiri, sebelum dia mengoreksi orang lain

 

Mengoreksi diri adalah inti ajaran Islam, yang dikenal dengan istilah Muhasabah. Muhasabah merupakan inti dari wukuf di padang arafah, yakni penemuan makna hidup yang dimulai dengan mengupas secara tuntas kekurangan kita. Dan kekurangan itulah yang menjadi pendorong diri untuk menyempurnakan akhlaq dihadapan Allah Rabbul Izzah yang telah memberikan kehidupan yang sangat berharga ini.

Seperti diketahui bahwa salah satu diantara rukun haji adalah Arafah, jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru Negeri, beratus bahkan beribu suku berkumpul di satu padang yang panas hanya berselimutkan dua helai kain putih

Di padang arafah semua jamaah haji berhenti dengan gemuruh talbiyah yang terus berkumandang untuk meremukkan segala kesombongan. Dalam satu tarikan Nafas arafah adalah tempat simulasi padang mashyar dimana setiap manusia menuju pada satu titik yang  abadi, pemilik dan penggemgam alam semesta. Allah SWT

Arafah adalah tempat dimana pribadi pejuang menemukan sumbu kekuatan yang Maha Dahsyat, tempat dimana para pejuang Iman dan Islam ditempa dan dididik sekuat-kuatnya untuk mendurhakai nafsunya dan mentaati Imannya.

Kalaulah bukan karena Iman tidak akan ada yang sanggup melalui cobaan padang arafah, di panas yang terik, manusia dari berbagai usia, datang ke tempat itu dengan segala caranya, ada yang berjalan, ada yang dipapah, ada yang bertongkat, ada yang merangkak

Oleh karena itu, ber-Idul Adha bukan hanya menyembelih Sapi, dan kambing ber-Idul Adha adalah menguatkan jiwa, bahwa cobaan yang diberikan Allah kepada keluarga dan bangsa ini bukan untuk menjadikan kita sebagai insan yang cengeng, suka merengek, suka mengeluh.

Cobaan yang hadir adalah tanda kasih sayang Allah SWT agar kita tidak lupa dengan tujuan hidup kita. (Baca: Q.S Adz Dzariat: 59) Kalau kaum muslimin di negeri ini tidak diuji keimanannya, tidak diasah ke-Islamannya, maka itu tandanya Allah SWT sudah tidak perduli dengan Umat Islam.

اشد الناس بلاء الانبياء ثم الاثل فالامثل

Maka mereka yang larut dalam kefanaan, sesungguhnya ke-Islaman mereka hanya sebagai kemasan yang bisa sewaktu-waktu diganti jika dipandang kusam. Mereka menghabiskan waktu mengutuk takdir Allah, menjelek-jelekkan pemberian Allah sebagaimana firman-Nya

ان الذين  يؤذون الله ورسوله (الاحزاب: 57)

Ketika menghadapi dunia yang semakin terbalik maka segera dia melimpahkan kesalahannya kepada Allah SWT. Mereka berdalih jadi orang yang salah saja susah apalagi menjadi orang benar.

Keadaan-keadaan inilah yang menjadi renungan kita bersama, setidaknya mari kita belajar dari pengungsi Rohingya, meski terusir, terancam dibunuh, istri dan anak wanita mereka diperkosa dihadapan ayah ibunya, mereka tetap kokoh diatas Islam,

Wanita-wanita muslimah tetap memelihara mereka sebagai anak yang berhak hidup, mereka sama sekali tidak pernah menyesal merawat anak yang mereka lahirkan dari hasil pemerkosaan.

Saban hari mereka dihantui dengan moncong senjata, bagi mereka hanya ada dua pilihan, mati sebagai seorang muslim, atau berkhianat masuk agama tertentu yang konon mengajarkan kesederhanaan namun dalam prakteknya penuh dengan kebohongan

Demikianlah saudara-saudara Muslim kita di Rohingnya, mereka ikhlas terusir dari negeri kelahirannya untuk menjaga aqidahnya, dalam keadaan yang sangat memprihatinkan mereka tetap melaksanakan shalat, pantang bagi mereka untuk berpindah Agama meskipun hidup sebagai pengungsi, hidup dibawah ancaman senapan dan senjata, hidup dibawah penyiksaan yang hanya bisa dilakukan oleh mereka yang lebih rendah daripada binatang

Beribu-ribu Maaf saya sampaikan, saya tidak kuasa menahan hasrat untuk menyatakan bahwa hadiah Nobel Perdamaian yang diterima oleh Aung Sang Suu Kyi ternyata hanya omong kosong.

Perempuan berparas cantik itu ternyata diam-diam menyimpan dendam yang sangat membara kepada Islam… Kalau memang dia seorang pejuang HAM, mengapa dia diam pada saat wanita muslimah dipotong agar mereka tidak bisa menyusui anaknya.

Allahu Akbar…. Kami hidup dalam suasana keprihatinan, namun mungkin inilah cara Allah membasuh kesalahan dan dosa kita yang semakin cinta pada kefanaan dunia

Khutbah Kedua dan Doa

 


Tags:

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website